Kebudayaan Asli Pacitan yang Fenomenal

Diposting pada

Kebudayaan asli Pacitan – Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Pacitan berada di ujung barat provinsi Jawa Timur. Pacitan yang juga menamakan daerahnya sebagai The Hidden Paradise In Java memiliki beberapa surga tersembunyi di daerahnya. Surga-surga tersembunyi tersebut merupakan tempat-tempat wisata yang menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Selain berbagai tempat wisata yang mengagumkan, kota ini juga memiliki berbagai seni kebudayaan khas Pacitan yang juga menjadi daya tarik wisata. Berbagai seni kebudayaan tersebut berasal dari 12 kecamatan yang ada di Pacitan. Masing-masing kecamatan tersebut memiliki jenis kebudayaan yang berbeda, sehingga membuat Pacitan kaya akan kebudayaan tradisional. 12 kecamatan beserta budaya tradisionalnya tersebut adalah:

Upacara Adat Methik Pari

Kecamatan Bandar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pacitan yang memiliki keadaan geografis berupa wilayah perbukitan. Kebudayaan asli Pacitan dari kecamatan Bandar adalah upacara adat Methik Pari. Methik dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai memetik, sedangkan Pari dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai padi. Methik Pari merupakan upacara memetik padi.

Upacara adat Methik Pari merupakan bentuk dari ucapan rasa syukur atas karunia Tuhan terhadap hasil panen yang memuaskan. Upacara ini diadakan menjelang panen raya dilaksanakan, biasanya satu hari menjelang panen raya. Biasanya upacara Methik Pari dilaksanakan pada malam hari. Upacara Methik Pari ini sekaligus bentuk penghormatan kepada Dewi Sri dan Joko Sadono yang dianggap merupakan perwujudan makhluk yang memberi hasil panen padi yang baik.

Upacara Methik Pari dilaksanakan sejak zaman nenek moyang. Ketika itu, nenek moyang di wilayah tersebut mulai bercocok tanam padi dan setiap bercocok tanam mereka akan melakukan ritual Methik Pari. Hingga saat ini ritual tersebut masih terjaga. Selain sebagai bentuk rasa syukur dan melestarika budaya, upacara ini juga dilakukan karena mayoritas penduduk Kecamatan Bandar adalah petani padi.

Kethek Ogleng

Kethek Ogleng merupakan Kebudayaan asli Pacitan dari Kecamatan Nawangan. Kethek dalam bahasa Indonesia berarti kera, sedangkan Ogleng diambil dari bunyi gamelan yang bersuara “gleng gleng”. Kesenian tradisional Kethek Ogleng merupakan seni tari tradisional yang berlatar belakang sejarah. Tari tersebut merupakan karya seorang petani bernama Sutiman yang baru berusia 18 tahun. Tarian tersebut diciptakan pada tahun 1963. Dalam perkembangannya, tari Kethek Ogleng menggunakan latar belakang cerita Panji yakni tentang kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri di Jawa yang dituangkan dalam bentuk tarian yang energik.

Esensi dari tarian Kethek Ogleng ini meliputi dua hal, yakni vertikal dan horisontal. Esensi secara vertikal melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Sedangkan esensi horisontal melambangkan hubungan antar manusia dalam masyarakat yang memperlihatkan kebersamaan, kesetiakawanan, dan gotong royong.

Jaranan Pegon pacitan

Kecamatan Arjosari memiliki seni tradisional Jaranan Pegon. Jaranan Pegon merupakan seni tarian yang ditampilkan dalam acara-acara tertentu, biasanya dalam acara masyarakat yang memiliki hajatan. Jaranan Pegon merupakan jenis tarian yang bersifat sebagai hiburan. Penari Jaranan Pegon biasanya adalah para remaja laki-laki. Proses penampilan tari Jaranan Pegon ini biasanya diiringi dengan musik gamelan.

Saat menari, para penari menggunakan kuda-kudaan sebagai salah satu propertinya. Penari akan bergerak mengikuti iringan gamelan, namun lama-kelamaan para penari akan menari tanpa terkontrol karena mereka telah dirasuki oleh makhluk halus. Bagi yang jarang melihat hal ini, tentu merupakan sesuatu yang menakutkan melihat seseorang kerasukan. Namun, bagi masyarakat setempat hal tersebut sudah merupakan hal wajar.

Mantu Kucing

Kecamatan Pacitan memiliki Kebudayaan asli Pacitan yang disebut Mantu Kucing. Mantu Kucing merupakan seni tradisional berupa upacara adat untuk meminta turunnya hujan. Mantu Kucing dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan kucing. Upacara ini dilakukan dengan melakukan upacara pernikahan untuk sepasang kucing jantan dan betina.

Sepasang kucing jantan dan betina dihias sebagaimana pengantin, kemudian keduanya ditandu menuju sungai terdekat da dimandikan. Setelah dimandikan, tetua dari masyarakat akan memanjatkan doa agar segera diturunkan hujan. Setelah doa dipanjatkan, masyarakat beramai-ramai makan bersama. Hidangan yang dikonsumsi untuk makan bersama adalah nasi kuning. Jika makan bersama selesai dilakukan, selanjutnya masyarakat akan kembali ke rumah masing-masing karena dipercaya hujan yang lebat akan segera turun.

Baritan

Kecamatan Kebonagung di Pacitan memiliki kebudayaan khas yang bernama Baritan. Baritan merupakan upacara adat untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tersebut dianggap mampu menolak berbagai penyakit yang datang ke masyarakat.

Selain tradisi Baritan, Kecamatan Kebonagung juga memiliki tradisi bernama Eretan. Eretan merupakan sebuah ritual adat yang dilakukan oleh 10 orang pria. 10 orang pria tersebut bersama-sama menyebarkan jaring di pesisir pantai untuk mencari ikan. Sebelum pria-pria tersebut menyebar jaring, terlebih dahulu mereka di berikan doa oleh kyai di daerah tersebut. Setelah ikan didapat, para pria tersebut bersama-sama menarik jaring. Ikan yag didapat bersama-sama tersebut kemudian dibagi sesuai dengan peran masing-masing ketika menangkap ikan. Acara terakhir setelah ikan dibagikan, para pria tersebut bersama warga yang lain akan bersama-sama memakan hidangan nasi bersama ingkung (ayam utuh yang dimasak) yang telah disiapkan sebelum upacara eretan dilangsungkan. Tradisi eretan ini merupakan simbol kegotongroyongan dari warga Kebonagung.

Jemblung Somopuro

Kecamatan Tulakan memiliki tradisi yang disebut Jemblung Somopuro. Tradisi ini adalah upacara adat untuk mengenang seorang seniman jemblung yang bertapa di Gua Somopuro. Jemblung merupakan sarana dakwah yang dibawa dari Banyumas.

Para seniman jemblung yang membawa ajaran Islam hingga mencapai Pacitan inilah yang diperingati melalui tradisi Jemblung Somopuro. Tradisi Jemblung Somopuro dilakukan dengan mengandalkan seni teater tutur.

Kesenian ini melibatkan 4 hingga 5 orang yang terdiri atas 1 wanita dan sisanya laki-laki. Dalam pementasannya, kesenian ini murni mengandalkan kemampuan bertutur dari para lakonnya, tanpa iringan musik apapun.

Jangkrik Genggong

Jangkrik GenggongJangkrik Genggong merupakan tradisi yang khas dari Kecamatan Ngadirojo. Jangkrik Genggong merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap hari Selasa Kliwon pada bulan Jawa Dulkaidah.

Ritual Jangkrik Genggong ini dianggap sebagai ritual sedekah bumi yang berkaitan dengan mitos penguasa laut selatan. Upacara ini juga sebagai tanda beranjak dewasanya seorang laki-laki yang siap ikut berlaut menjadi nelayan, karena sebagian besar masyarakat kecamatan Ngdirojo berprofesi sebagai nelayan. Upacara ini dilaksanakan dari siang hingga malam hari. Pada puncak acara di malam hari, dilaksanakan paguyuban seni Tayub. Menurut mitos, Ratu penguasa pantai selatan selalu meminta Gendhing Jangkrik Genggong pada acara ini, sehingga acara ini disebut juga upacara Jangkrik Genggong.

Gembluk Kromomedjo

Kebudayaan asli Pacitan dari Kecamatan Sudimoro adalah Gembluk Kromomedjo. Tradisi ini merupakan upacara untuk memperingati Geger Gunung Slurung. Tradisi ini erat kaitannya dengan sejarah pada tahun 1930an. Pada tahun tersebut pemerintah Belanda hendak melakukan cacah jiwa (menghitung jumlah penduduk) di wilayah Sudimoro yang masih terisolasi dari dunia luar. Sayangnya, saat itu salah satu warga bernama Kromomedjo menolak adanya cacah jiwa. Ia salah memahami maksud dari cacah jiwa (menurutnya cacah jiwa adalah hal yang akan menyakiti warga karena berupaya mencacah jiwa warga). Karena penolakannya tersebut, Kromomedjo dan pengikutnya dibunuh oleh tentara Belanda dan peristiwa itu dikenal dengan nama Geger Gunung Slurung.

Kothekan Lesung

Ammos adalah tradisi khas dari Kecamatan Pringkuku. Ammos merupakan cikal bakal seni tradisional kothekan lesung (kothekan=memukul, lesung=alat penumbuk padi tradisional). Seni kothekan lesung sendiri saat ini telah berkembang ke seluruh Kabupaten Pacitan.

Tradisi kothekan lesung dilakukan karena masyarakat Pringkuku memiliki mata pencaharian sebagai petani. Awalnya, kothekan lesung adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk menumbuk padi agar menjadi beras. Lama-kelamaan kegiatan harian ini menjadi sebuah tradisi. Kegiatan ini menjadi simbol kegotongroyongan masyarakat Pacitan.

Srumbung Mojo

Kecamatan Punung memiliki tradisi bernama Srumbung Mojo. Srumbung Mojo merupakan salah satu tempat di Kecamatan Punung yang dianggap  bertuah. Tradisi Srumbung Mojo merupakan kegiatan nyadran di Srumbung Mojo. Alkisah, pada zaman dahulu ada kisah yang terjadi antara kyai Santri dan Dewi Ratri. Dewi Ratri berguru dan belajar tentang alat musik gender pada Kyai Santri. Ada kabar yang menyebutkan bahwa ada jalinan cinta antara Kyai Santri dan Dewi Ratri.

Kabar tersebut didengar oleh suami Dewi Ratri dan membuatnya marah. Ia akhirnya membunuh Kyai Santri, namun sebelum meninggal Kyai Santri berucap bahwa jika darah yang keluar dari tubuhnya berwarna putih maka ia tidak berselingkuh dengan Dewi Ratri. Benar saja, ternyata darah yang keluar dari tubuh Kyai Santri berwarna putih dan akhirnya suami Dewi Ratri percaya kepada Dewi Ratri. Akhirnya, jasad Kyai Santri dimakamkan di suatu tempat dan masih sering dikunjungi.

Itulah beberapa kebudayaan khas di berbegai kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini membuat Pacitan menjadi daya tarik wisata budaya yang patut untuk diperhitungkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *